WELCOME TO MY BLOG, I HOPE ENJOY IT

Jejak Zuaa: Mei 2012
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 02 Mei 2012

Tangan-Tangan Malaikat Dunia…

Indah sekali sajak ini. Ketulusan hati terjewantahkan dalam ukiran tinta. Sederhana memang, tapi coba membacanya dengan hati. Karena mata kita sudah terlalu lama menikmati kemegahan materi. Sehingga sulit meratapi kepedihan kaum papa. Sebait sajak Rendra itu ditulisnya pada 4 Februari 1978 di kota pelajar, Yogyakarta. Masa yang kala itu penuh tekanan politik penguasa Negara. Jangankan mengkritik, menyebut kata perubahan, demokrasi, atau hal lain yang berbau melawan program dan kepentingan pemerintah, maka dipastikan baju-baju loreng akan menelannya. Tapi lagi-lagi, letupan-letupan onggokan syaraf kepala menganggap hal itu sebagai hal kecil, meski anggapan ini salah. Dan ketika mulut dibungkam martir, tinta hitam tetap mengguratkan ukiran indah. Ukiran pemberontakan yang menggugah nurani. Hingga akhir zaman nanti. Ini hanya sebuah refleksi kondisi negeri ini. Kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran, masih hinggap dan tak pernah lepas hingga kini. Walau teriakan perubahan, kesejahteraan, dan kemakmuran terus bergemuruh. Tetap saja Indonesia menjadi negeri miskin, tanah subur para koruptor. Ladang menggiurkan orang-orang culas. Limpahan emas pemilik harta, taburan mobil mewah dijalan nan megah, pasar-pasar bercahaya mutiara dan kamar-kamar penginapan berharga dolar, bukan jaminan Indonesia kaya. Faktanya, di bawah aspal dan beton jalan raya, di selokan pabrik berasap uang, dan di pintu wahana perbelanjaan yang berlantai emas, penuh dengan tangan-tangan dekil keriput, dihiasi tangisan bayi yang perutnya tengah meraung dan si Kakek yang meringkuk lemah berbalut kulit selapis ari. Inikah gambaran negeri yang kayu dan batu bisa menjadi tumbuhan. Si kaya semakin hidup bergelimang. Sedangkan kaum dhuafa tetap bergelut dengan kelaparan dan ketertinggalan. Inikah negeri yang lautnya diibaratkan mutiara dan tanahnya berlimpah anugerah Tuhan. Inikah? Tentu menjadi kontras. Ketika si kaya makan mewah beralas perak sedangkan si miskin hanya mengunyah aking sambil berebut. Saat putra sang kaya pergi ber-Mercy ke sekolah paling ter (terbaik, terpopuler, terlengkap). Di seberangnya, bocah paria bersengut dengan kasarnya aspal menuju perpustakaan ilmu yang ter (terjelek, terpelosok, terpinggirkan). Nampaknya, pertentangan ini akan terus berlanjut. Terlebih, pemimpin Negara telah lenyap jiwa sosialisnya. Di bagian timur negeri ini buktinya. Ketika rakyatnya tinggal di gubuk reotnya, sang bupati menancapkan langit dengan atap rumahnya yang menjulang tinggi. Ketika gizi buruk melanda dan anak-anak tak bersekolah, ’pekerja’ Senayan malah asyik pelesir ke negeri antah berantah. Alasannya klise! Demi menopang kinerja yang nyatanya sama sekali tidak relevan. Memang sungguh luar biasa dan benar-benar di luar kebiasaan manusia. Jika ketua gerombolan gajah mati-matian membela anggotanya yang diserang kelompok lain. Tentu tidak masuk akal ketika pemimpin manusia yang dikarunia kelebihan berupa akal, sangat cuek dan menyepelekan kondisi rakyatnya. Masihkah ada pengharapan dari kenestapaan ini? Tentu ada. Walau banyak petinggi negeri (penguasa dan orang kaya) yang sibuk dengan kehausan egonya. Masih ada malaikat-malaikat dunia yang menebarkan sayapnya. Anehnya, ketika petinggi negeri mencari popularitas dengan berdermawan ria. Para malaikat dunia ini menutupi parasnya dengan topeng-topeng kebaikan. Sekedar menjaga keikhlasan ucap mereka. Di setiap harta ini, ada bagian mereka. Mereka yang juga saudara sebangsa, seiman dan semakhluk. Cengang, takjub, berbinar hati ini. Tak henti-hentinya bibir ini mengucap segala puji untuk-Nya. Siapa Mereka? Datanya ada pada lembaga-lembaga zakat, pengurus masjid, dan ormas-ormas sosial. Tapi, data sesungguhnya ada di singgasana Illahi. Karena tinta manusia tidak mampu mencatat seluruh amal mereka. Berbeda dengan tinta yang dipegang makhluk gaib di pundak kanan manusia yang tidak pernah habis atau salah mencatat. Saatnya Membeli Surga. Itulah yang harusnya digembar-gemborkan kini. Tidak penting berdebat metode penyaluran subsidi minyak yang paling efektif. Atau berselisih tentang cara menurunkan harga pokok yang terlanjur melambung tinggi. Masih terlalu banyak peculas yang bercokol di birokrasi negeri ini. Kini saatnya harta-harta kaum borjuis yang bergerak. Mengisi perut-perut yang kelaparan, menyembuhkan orang-orang yang tergerogoti penyakit kemiskinan dan menyelamatkan otak-otak brilian yang tak mampu bayar sekolah. Harta kita mampu melakukan penyelamatan besar-besaran penduduk negeri ini. Cukup dengan sebagian kecil, bahkan sangat kecil dari yang kita punya. Hanya seperempat puluh dari penghasilan besar kita. Sedangkan 97,5% lainnya berhak dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemilik. Meminjam kalimat Cak Nun atas kondisi korban Lumpur Lapindo. “Mereka butuh uang untuk hidup. Terserah asalnya dari malaikat maupun iblis” Pernyataan ini bukan melegalkan keharaman menjadi kehalalan. Tapi lebih kepada keputusasaan yang teramat sangat melihat kondisi rakyat. Karenanya, malaikat-malaikat dunialah yang harus tampil di muka. Bukan iblis-iblis congkak yang akan semakin menambah sengsara. Cukupkah pengorbanan itu. Tentu secara logika tidak mumpuni. Tapi percayalah, bagian kecil itu dapat menjadi sesuap nasi yang menolong jiwa-jiwa yang lapar. Merangkul mereka yang tergerus kapitalisasi pendidikan. Dan melapangkan raga-raga rapuh yang tergerogoti penyakit. Dan pengorbanan ini adalah bagian dari ibadah. Karena setiap jin dan manusia tercipta dan diciptakan untuk beribadah pada sang Khaliq. Salah satu hikmah berkurban di antaranya untuk mengarahkan manusia memanfaatkan hartanya secara optimal. Bukan untuk membangkrutkan, tapi justru untuk memperkaya diri. Karena sudah dijanjikan Tuhan, setiap pemberian akan menjadi sebuah benih. Kemudian benih itu tumbuh menjadi pohon berbatang tujuh. Dan setiap batangnya, menjulurkan seratus ranting. Itulah janji sang Esa kepada sang dermawan. Dan jika janji ini belum terealisasi saat ini. Sang pembagi harta tetap memperoleh kekayaan hati. Tuli adalah kata tepat bagi mereka kaum bakhil. Dikiranya harta dapat menebus rahmat Tuhan. Sedang dia saat itu tengah tertawa di samping nenek yang mati tak makan. Mungkin dia juga telah gila. Dalam angannya terlintas bahwa Tuhan akan bahagia disuap dengan harta yang telah ditumpuknya saat di dunia. Padahal diapun sadar, Tuhanlah sang pemilik alam semesta yang maha megah ini. Dia tak perlu suatu apapun dari makhluk ciptaannya. Cukuplah ketaatan dan konsistensi dalam penyembahan terhadap-Nya. Karena hal itulah ukuran loyalitas sang hamba. Sudah saatnya seluruh penduduk ini sadar. Hidup ini hanya sepersekian detik dari kehidupan sesungguhnya. Ribuan hingga jutaan rakyat miskin masih butuh uluran tangan sang pemilik harta. Walau pemilik harta enggan turun dari mercy mewahnya. Tapi cukuplah sedikit kesadaran itu menyelamatkan keterpurukan Mereka yang papa. Karena memang untuk menuju hal yang besar diperlukan langkah-langkah kecil. Epilog tulisan ini kembali menampilkan bait terakhir sajak Rendra di atas. Kenangkanlah, orang-orang miskin juga berasal dari kemah Ibrahim. Semoga tercipta harmoni kehidupan yang dinamis. Gerakkan jiwamu, ulurkan tanganmu. Agar kaum marginal mampu merasakan persahabatan sejati melalui tangan-tanganmu. Ya, tangan-tangan malaikat dunia! Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19996/tangan-tangan-malaikat-dunia/#ixzz1tmhhkHPq

“Jangan” Cium Tangan Ibumu

Sahabat sekalian, suatu waktu saya pernah menghadiri suatu acara training motivasi di kampus saat masa kuliah dahulu. Pada waktu itu ada statement trainernya yang masih saya ingat sampai sekarang. Ia berkata: “rata-rata orang sukses di seluruh dunia itu, mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya khususnya dengan ibunya” jadi jika kita ingin sukses maka sebelum itu yang harus diperhatikan ialah bagaimana hubungan kita dengan orang tua saat ini? Apakah penuh kehangatan atau penuh dengan kebencian? Yang saat ini hubungan dengan orang tuanya penuh kehangatan bersyukurlah Anda orang yang beruntung. Untuk mereka yang punya hubungan tidak baik dengan orang tuanya berdoalah agar dimudahkan Allah untuk memperbaiki hubungan dengan mereka. Sangat penting sekali mempunyai hubungan yang baik dengan orang tua, khususnya ibu. Kenapa? Karena ridha Allah ialah ridha orang tua, dan doa ibu itu Subhanallah, tanpa hijab di hadapan Allah mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang dipanjatkan untuk anaknya sangat mudah untuk Allah kabulkan. Mungkin sebagian dari kira ada yang tidak sadar bahwa, kemungkinan kesuksesan-kesuksesan kita selama ini adalah buah dari doa ibu kita kepada Allah tanpa kita ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya ketika Shalat. Mungkin sebagian dari kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua kita, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika kita seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena kita terlalu focus dengan secuil kekurangan orang tua kita dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini. Di pihak lain ada Orang-orang seusia Anda di luar sana di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua. Bersyukurlah kita yang saat ini masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada teman-teman Anda yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup. Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu lagi, maka ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, maka tidak ada lagi tangan yang bias kita cium, jika kita tidak punya ibu lagi maka mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang, jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna, jika kita tidak punya ibu lagi kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya. Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negative ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajjud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar kita sukses dunia dan akhirat. Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu kita rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat. Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita? Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan? Pantaskah kah kita membentak ayah kita yang setiap hari pergi pagi pulang malam, lebur setiap hari, ngutang sana-ngutang sini agar kita terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu maka berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu. Karena masa depan mu ada di desah doa-doanya setiap malam. Dan ingat “perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti”. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/20087/jangan-cium-tangan-ibumu/#ixzz1tmh6dOqt

Ketika Cinta Menghampiri Diri

Allahu Rabbul Izzati… Jika Cinta kan menghampiri diri Jangan biarkan Cinta kepada-Mu hilang di hati.. Perkenankanlah selalu tuk selalu Mencintai-Mu.. Sepenuh hati dan Ketulusan diri Allahu Rabbul Izzati… Hanya kepada-Mu Cinta Hakiki Cinta yang mengantarkan Keindahan sesungguhnya… Cinta dengan kebersihan jiwa hati.. Cinta untuk mendapatkan Keridhoan-Mu Allahu Rabbul Izzati… Cinta itu pasti kan datang menghampiri diri Berikanlah Cinta kepada seorang insan mulia.. Yang didalam dirinya selalu ada keinginan.. Keinginan dengan tujuan Keridhoan-Mu Itulah Bidadari Surga Dunia.. Bidadari Surga Dunia.. Berhiaskan Iman dan Taqwa Wajah indah berseri.. Karena air wudhu keseharian dirinya. Bidadari Surga Dunia.. Idaman semua wanita sholihah Cerminan seorang berhati mulia Yang selalu terpatri dalam dirinya.. Bidadari Surga Dunia.. Ada cahaya yang terpancar di wajah Menerangi dunia dengan sinar yang menyilaukan Karena Kemulian dan Keindahan dirinya…… Bidadari Surga Dunia.. Dengan rona merah di wajah Dengan Senyum semanis madu Yang selalu menghiasi kecantikannya… Bidadari Surga Dunia.. Akhlaqul karimah perhiasan dunia Ilmu sebagai jalan menuju surga.. Dunia menjadi ladang akhirat bagi dirinya Untuk mencapai Cinta Allah Ta’ala… Allahu Rabbul Izzati… Dalam dunia yang merana… Dunia yang nantinya kan binasa Dunia kerakusan dan keserakahan manusia.. Dapatkah bertemu dengan dirinya.. Mencintai seorang Bidadari Surga Dunia… Mencintai karena untuk mendapatkan Keridhoan-Mu Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/03/5911/ketika-cinta-menghampiri-diri/#ixzz1tmanU7QV

Pembuktian Cinta Ilahiyah


CINTA 5 huruf yang tak pernah bosan-bosan untuk dibicarakan, karenanya manusia bisa mendapatkan derajat yang mulia di sisi Rabbi Izzati dan juga karena 5 huruf itu banyak manusia yang sengsara dan mengakhiri hidup dengan tragis. Cinta anugerah terindah yang Allah berikan, hidup terasa gersang dan hampa tanpa cinta. Tapi hati-hati karena cinta memiliki dua mata yang berbeda yang mana tergantung manusia itu sendiri dalam mengelola cinta anugerah Tuhan itu. Sejenak ku berpikir tentang mereka yaitu orang-orang yang telah membuktikan cintanya dengan pengorbanan harta maupun jiwa. Mereka yang telah sukses mengelola rasa cinta menjadi cinta dengan keindahan yang didapat tanpa ada rasa sakit. Karena rasa sakit itu timbul karena akibat kurang profesionalnya seorang hamba dalam mengelola rasa cinta. Mereka telah membuktikan cinta ilahiyahnya. Berkorban demi agama dan keyakinan yang mereka yakini. Menjadikan Allah tujuan dari perjalanan hidup ini dan hanya berbagi sekeping hati untuk kehidupan dunia. Cinta telah merubah pandangan hidup mereka. Bahkan karena cinta mereka rela meninggalkan istri dan anak-anak mereka. Adalah Handzalah bin Abu Amir, yang melepaskan pelukan istrinya di malam pengantin baru, seraya menyambut seruan jihad pada perang Uhud dan menemui syahidnya. Ia dimandikan para malaikat hingga membuat sahabat nabi yang lain bertanya-tanya. “Mengapa dimandikan oleh malaikat? Nabi menjawab “Cari tahulah pada keluarganya. Ya, ia tak sempat mandi jinabah saat menyambut panggilan Tuhannya. Itulah sekelumit contoh cinta Ilahiyah. Cinta yang meminta pengorbanan harta dan jiwa. “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS As-Shaff 10-11). Maha benar Allah atas segala firmanNya. Karena cinta Nabi Nuh meninggalkan anaknya Kan’an tenggelam dihempas tsunami besar dan menghancurkan orang-orang zhalim masa itu. Naluri sang ayah padanya ingin sekali menolong anak tercinta, namun cinta kepada Allah menjadikan naluri itu sebagai naluri keimanan yang berujung kepada keselamatan. Umar bin Abdul Aziz yang memberikan pilihan tersulit dalam hidup rumah tangga mereka, beliau berkata kepada istrinya “ silakan pilih antara melepaskan kemewahan dunia yang diwarisi oleh ayahnya atau silakan angkat kaki dan kita berpisah” tentu dua hal yang sulit bagi sang istri, namun cinta ilahiyahnya melebihi cinta dari segala-galanya, dan sang istri memilih untuk melepaskan kemewahan-kemewahan hidup selama ini dan memulai hidup sederhana bersama suami tercinta. Itulah mereka yang telah menorehkan nama mereka di kertas sejarah yang akan dilihat dan diingat oleh milyaran pelajar kehidupan, dari mereka kita belajar, dari mereka kita bercermin menatap wajah asli kita. Siapa kita sebenarnya? Dan sejauh mana hakikat cinta kita kepada Allah azza wajalla. Apakah cinta kita kepada manusia melebihi cinta kepada sang pencipta. Alangkah indahnya kalau cinta itu dikelola sedemikian rupa, membangunkan kembali pondasi-pondasi yang telah runtuh, menata genteng-genteng jiwa yang telah berguguran. Menyatukan kepingan-kepingan hati yang tercecer dimana-mana. Dan kembali membangun cinta dari jatuh cinta. Yakinlah bahwa pengelolaan cinta dengan sebaik-baiknya akan menjauhi hidup kita dari rasa sakit akibat dari cinta itu sendiri. Karena cinta begitu berarti, maka cintailah orang yang kita cintai dengan setulus hati. “Cinta laksana air dalam kehidupan, nafas dalam jiwa, semangat dalam raga, lembut dalam sutera. Ia bagaikan panas pada api, dingin pada salju, luas pada angkasa.” (Inayatullah Hasyim). Waallahualam bishowab. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18868/pembuktian-cinta-ilahiyah/#ixzz1tmdEuujC